STRATEGI DAN INTERVENSI SOSIAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kebutuhan dasar
setiap manusia yang satu dengan manusia yang lainnya berbeda-beda, hal ini
dipengaruhi oleh faktor genetik, sosial dan budaya. Maka dari itu, seorang
praktisi kesejahteraan sosial ketika ingin mengkategorikan “Apa sebenarnya yang
membuat klien ini merasakan sejahtera?” maka praktisi kesejahteraan sosial
tersebut harus melihat dari faktor genetik, sosial, dan budayanya. Misalnya
saja orang Indonesia dengan orang barat akan memiliki kebutuhan dasar yang
berbeda-beda. Salah satu contoh kasus, alkohol, jika di barat alkohol di
gunakan sebagai penghangat badan. Namun jika orang Indonesia yang meminum
alkohol, ia tidak akan mampu kuat untuk minum banyak karena sistem yang ada di
tubuhnya tidak mendukung, sedangkan untuk orang barat sendiri akan lebih kuat
meminum alkohol di karenakan sistem dari dalam tubuhnya mendukung. Mendukung
atau tidaknya, hal ini tergantung faktor genetik, sosial, budaya.
Manusia adalah objek dari intervensi yang kita lakukan. Jika di
atas telah saya paparkan terkait apa itu metode intervensi sosial, tujuan apa
yang hendak kita capai dalam melakukan intervensi, dan bekal apa saja yang
harus kita miliki jika ingin melakukan intervensi. Maka pada poin kali ini kita
akan membahas mengenai manusia, sebab manusia adalah objek dalam intervensi
sosial yang kita lakukan.
Sebagai seorang Praktisi Kesejahteraan Sosial kita harus mampu
memahami bahwa manusia adalah makhluk yang unik maksudnya antara manusia yang
satu dengan manusia yang lainnya saling berbeda. Perbedaan ini dihasilkan
karena perbedaan budaya dan sosialisasi yang dialami. Hal kedua yang harus kita
pahami adalah, bahwa manusia merupakan makhluk bio, psiko, sosial. Ia merupakan
gabungan dari ketiga unsur tersebut. Apabila salah satu dari unsur ini rusak,
maka akan berpengaruh pada unsur yang lainnya juga. Kita dapat mengambil dari
suatu kisah seorang Ibu. Ketika kondisi biologis Ibu ini sakit, maka hal
tersebut akan berpengaruh pada unsur psikologis dan sosial. Ketika Ibu tersebut
sedang merasakan sakit gigi, maka secara otomatis psikologis Ibu tersebut juga
terganggu seperti lebih sensitif, mudah emosi, mudah marah sehingga kondisi
sekitarnya pun terganggu. Ketika anaknya melakukan kesalahan kecil saja, akibat
Ibu tersebut sedang sensitif maka mengakibatkan kesalahan anak tersebut seperti
kesalahan yang besar, pada akhirnya anak tersebut terkena marahan yang besar
walau hanya melakukan kesalahan yang kecil.
Dengan memahami bahwa manusia sebagai makhluk bio,psiko,sosial hal
ini menuntut agar Praktisi Kesejahteraan Sosial mampu untuk melihat segala
pernasalahan pada sudut pandang yang lebih luas dan mendalam. Hal ketiga yang
harus di pahami adalah, bahwa manusia memiliki multiple status. Maka seorang individu harus mampu beradaptasi
dengan lebih dari satu status. Jika individu tersebut mampu menjalankan peran
yang lebih dari satu status itu dengan baik maka individu/manusia tersebut akan
mampu merasakan kesejahteraan sosial.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja strategi intervensi sosial?
2.
Bagaimana intervensi sosial yang di
lakukan pada individu?
3.
Bagaimana intervesi sosial yang
dilakukan pada kelompok?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui strategi intervensi sosial.
2.
Mengetahui cara mengintervensi pada individu.
3.
Mengetahui cara mengeintervensi pada
kelompok.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Intervensi Sosial
Intervensi
sosial dapat diartikan sebagai cara atau strategi dalam memberikan bantuan
kepada masyarakat. Biasanya ruang lingkup intervensi sosial ini ada pada bidang
pekerjaan sosial dan juga kesejahteraan sosial. Menurut Argyris (1970),
Intervensi merupakan kegiatan yang mencoba masuk ke dalam suatu sistem tata
hubungan yang sedang berjalan, hadir berada di antara orang-orang, kelompok
ataupun suatu obyek dengan tujuan untuk membantu mereka.
Intervensi itu
sendiri bisa dikategorikan menurut pendekatannya, yaitu pendekatan secara mikro
yaitu pemberian pelayanan atau bantuan yang diberikan secara langsung
berdasarkan penanganan kasus demi kasus, pendekatan secara mezzo yaitu
pemberian pelayanan atau bantuan bagi keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok
kecil, dan yang terakhir ada pendekatan secara makro yang mengupayakan
perbaikan serta perubahan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Banyaknya cara
pendekatan ini sesuai dengan sasaran intervensi yang antara satu dengan lainnya
pasti berbeda dan membutuhkan cara yang berbeda pula dalam menangani masalah
sosial yang ada.
Karena pada
dasarnya dalam intervensi sosial setidaknya ada 6 prinsip-prinsip dasar. Akseptans, prinsip
ini memberikan tuntunan kepada penyantun agar pada pertemuan awalnya dengan
klien, si penyantun dapat menerima apa adanya penampilan dari si kliennya. Individualisasi,
seorang individu pasti memiliki keunikan yang berbeda dengan individu yang lain,
oleh karena itu pemberian bantuan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan
klien. Komunikasi, pemberi bantuan wajib untuk merekam segala
informasi yang ada sehingga kemudian komunikasi dalam bentuk non-verbal ini
akan berguna untuk melengkapi informasi yang disampaikan secara verbal. Partisipasi,
diharapkan sesudah pemberian bantuan ini, penyantun melatih klien secara
bertahap untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalahnya sendiri. Rahasia Jabatan,
pihak pemberi bantuan dihimbau untuk merahasiakan segala informasi mengenai
identitas klien beserta segala permasalahannya. Dan yang terakhir, Self-awareness,
prinsip yang terakhir ini mengingatkan pemberi bantuan untuk tidak bersikap
sombong dan takabur dan masih berpegang pada deskripsi tugasnya.
B.
Falsafah
Intervensi Sosial
Falsafah intervensi sosial adalah pandangan yang dijiwai
oleh nilai-nilai masyarakat tentang konsepsi dan produk manusia, dan yang dapat
dijadikan alat bantu untuk menjadi pedoman perlakuan terhadap manusia.
Nilai-nilai tersebut menjadi konsep-konsep dasar untuk diterapkan dalam praktik
intervensi sosial.
Intisari dari falsafah intervensi sosial tersebut berkisar
pada tiga kelompok nilai-nilai berikut:
1. Memperhatikan hakikat seorang
manusia yang memiliki martabat, harga diri, rasa tanggung jawab dan berpotensi
untuk berkembang sepanjang hayatnya.
a. Manusia membutuhkan dirinya menjadi
bagian dari lingkungannya, dan berkeinginan untuk berinteraksi dengan
komunitas.
b. Terdapat kebutuhan yang umum pada
setiap orang, namun manusia itu unik dan berbeda dari yang lain.
2. Memperhatikan kewajiban masyarakat
terhadap warganya.
a. Masyarakat berkewajiban untuk
menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan, dan menyediakan
sumber dan layanan bantuan untuk menolong warganya dalam mencukupi kebutuhannya
dan untuk mencegah terjadinya masalah sosial.
b. Warga diberi kesempatan yang sama
untuk menerima tanggung jawab sosial dan berpartisipasi dalam memberikan corak
perkembangan masyarakat.
3. Tatanan yang mengatur perlakuan
terhadap individu. Seorang individu selayaknya diperlakukan sebagai warga
masyarakat yang unik, bermartabat dan memiliki harga diri, dan memperoleh
kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menentukan arah hidupnya sendiri, didorong
dan dibantu agar berinteraksi dengan orang lain sehingga menjadi lebih peka dan
responsif terhadap kebutuhan orang lain.
C.
Tujuan
Intervensi Sosial
Tujuan utama
adanya intervensi sosial yakni untuk memperbaiki fungsi sosial kelompok sasaran
perubahan. Bila kondisi fungsi sosial seseorang itu baik maka berimplikasi pula
pada kondisi kesejahteraannya. Sehingga intervensi sosial sendiri bisa
dikatakan sebagai upaya membantu masyarakat yang mengalami gangguan baik secara
internalnya maupun eksternalnya yang menyebabkan seseorang itu tidak dapat
menjalankan peran sosialnya sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Ketika fungsi sosial seseorang
berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa kondisi sejahtera akan semakin mudah
dicapai. Kondisi sejahtera dapat terwujud manakala jarak antara harapan dan
kenyataan tidak terlalu lebar. Melalui intervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi kelompok sasaran
perubahan akan diatasi dengan kata lain, intervensi sosial berupaya memperkecil
jarak antara harapan lingkungan dengan kondisi riil klien.
D.
Prinsip-Prinsip
Dasar Intervensi Sosial
Bertitik tolak dari pandangan bahwa seorang kelayan adalah
individu yang unik, yang dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, dan
intervensi sosial itu merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial
masyarakat, intervensi sosial itu dilaksanakan berlandaskan pada
prinsip-prinsip dasar berikut:
1. Akseptans; Prinsip ini memberikan
tuntunan kepada penyantun agar pada pertemuan awal dengan kelayan dia dapat
memahami bentuk penampilan kelayan. Penyantun diharapkan dapat menerima kelayan
dengan penampilan apa adanya;
2. Individualisasi; Seorang individu
berbeda dari individu lainnya karena keunikannya. Karena itu pelayanan
(bantuan) terhadap seorang kelayan harus disesuaikan dengan keunikannya
tersebut;
3. Komunikasi; Ada dua macam bentuk
komunikasi, yang verbal dan non verbal. Kedua bentuk komunikasi itu bersifat
komplementer dan penyantun berkewajiban untuk merekam bentuk non verbal
sebaik-baiknya karena informasi yang diperolehnya akan memperlengkapi informasi
yang disampaikan secara verbal;
4. Partisipasi; Pada akhir dari proses
bantuan kelayan diharapkan dapat pulih keberfungsian sosialnya. Untuk mencapai
kemampuan itu kelayan dilatih secara bertahap untuk berpartisipasi dalam
kegiatan memecahkan masalahnya sendiri;
5. Rahasia Jabatan; Sesuai dengan etika
profesi yang dianut penyantun berkewajiban untuk tetap merahasiakan segala
informasi mengenai identitas kelayan dan permasalahannya, sebagai wujud dari
prinsip memegang rahasia jabatan;
6. Self-Awareness; Prinsip ini mengingatkan kepada
penyantun bahwa ia adalah manusia biasa, yang memiliki kelemahan dan kekuatan.
Dalam menjalankan tugasnya penyantun diharapkan tidak menjadi sombong ataupun
takabur, tetapi berpegang pada deskripsi tugasnya.
E.
Sistem
Intervensi Sosial
Dalam intervensi
sosial dikenal adanya empat sistem. Pertama dikenal dengan Sistem Pelaksana
Perubahan, yang mana sekelompok orang memberikan bantuan berdasarkan keahlian
yang beragam, bekerja dengan sistem yang beragam pula dan secara profesional.
Yang kedua ada Sistem Klien, merupakan sistem yang meminta bantuan, memperoleh
bantuan, dan terlibat dalam pelayanan yang diberikan oleh Sistem Pelaksana
Perubahan. Selanjutnya ada Sistem Sasaran, yaitu orang-orang atau organisasi
yang berpengaruh dalam tercapainya tujuan dari perubahan. Dan yang terakhir
adalah Sistem Aksi, dimana orang-orang bersama dengan pelaksana perubahan
berupaya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga dapat tercapai
tujuan-tujuan perubahan.
F.
Tahapan
Intervensi Sosial
Tahapan dalam
intervensi sosial pada dasarnya merupakan salah satu bentuk tahapan dalam Community Work.
Tahapan-tahapan yang terjadi dalam intervensi tentu saja bukan merupakan
tahapan yang kaku dan harus dilaksanakan tahap demi tahap secara urut, tetapi
lebih merupakan tahapan yang luwes.
Tahapan pertama
disebut dengan Fase Persiapan (Preparation). Tentu
saja seorang community worker harus
melakukan persiapan-persiapan sebelum dia terjun pada suatu kelompok atau
komunitas. Setidaknya mereka harus mempunyai gambaran mengenai komunitas yang
akan mereka tangani, bagaimana keadaan sosial-geografisnya, sehingga mereka
tidak akan kebingungan lagi apa yang akan mereka lakukan setibanya dilokasi
karena sudah menyiapkan segala sesuatunya. Dasar-dasar pengetahuan tentang
komunitas yang akan dikunjungi bisa diperoleh dari surat kabar, jurnal,
buku-buku atau laporan penelitian yang ada. Tidak ada salahnya seorang community worker menghubungi Lembaga Swadaya Masyarakat
atau organisasi non-pemerintah sejenis yang bergelut dibidang yang akan
ditangani oleh si community worker untuk
memudahkan misi mereka.
Fase
Pengembangan Kontak dengan Komunitas (Contact-making)
merupakan fase selanjutnya yang penting karena disini para pekerja komunitas
harus mengembangkan relasi dengan komunitas yang lebih bermakna. Maksudnya,
dalam tahapan ini untuk menguji lagi apakah hubungan mereka dengan komunitas
sasaran dapat mengarah kepada relasi yang konstruktif atau sebaliknya.
Fase yang ketiga
adalah Pengumpulan Data dan Informasi (Data and Informationn Gathering).
Seorang tokoh Twelvetrees mengungkapkan bahwa ada dua bentuk informasi yang
dapat digunakan oleh para aktivis, yang pertama adalah informasi baku adalah
data-data yang dapat diperoleh dari berbagai laporan resmi, baik yang
dikeluarkan oleh lembaga pemerintah ataupun organisasi non-pemerintah. Dan yang
kedua adalah informasi lunak yang diperoleh dari partisipan ataupun pihak-pihak
yang terkait dengan masalah yang sedang dibahas. Berbeda dengan informasi baku,
informasi lunak tentunya lebih bersifat subjetif karena tidak jarang banyak
memunculkan opini individual.
Tahapan
berikutnya ada Perencanaan dan Analisis (Analysis and Planning).
Pada fase ini, aktivis serta partisipan menggunakan kelompok kerja sebagai
kelompok utama dalam menganalisis dan mengkaji pokok permasalahan yang akan
ataupun sedang mereka bahas. Setelah itu mereka bisa menentukan tujuan khusus
dari pergerakan yang akan mereka lakukan. Karena mereka hanya fokus pada satu
topik tertentu saja, maka tidak heran bila mereka hanya akan memilih satu
obyek.
Fase kelima ada
Pelaksanaan (Implementing). Pelaksanaan aksi komunitas sebagian
besar merupakan aksi yang langsung dan berkonfrontasi dengan pihak yang mereka
identifikasikan sebagai lawan mereka. misalnya, aksi unjuk rasa dari para
pekerja Nike. Namun, bagi mereka yang memilih pendekatan konsensus akan
melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat atau
sejenisnya untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Dan fase yang
terkahir adalah Fase Negosiasi (Negotiating) yang
merupakan kegiatan antara wakil-wakil dari komunitas yang melakukan tuntutan
dan wakil dari pihak yang dituntut. Proses negosiasi bukanlah kegiatan yang
gampang sehingga tidak jarang dalam proses ini terjadi ketidak tercapainya kata
sepakat bila masing-masing pihak bersikeras dengan tuntutan yang mereka miliki.
G.
Intervensi
Sosial Individu
Metode intervensi sosial pada individu pada dasarnya tekait
dengan upaya memperbaiki atau meningkatkan keberfungsian sosial individu agara
individu dan keluarga tersebut dapat berperan dengan baik baik sesuai
dengan tugas sosial dan individual mereka. Keberfungsian sosial, dalam kasus
ini, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kemampuan individu untuk
menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan limgkungannya. Benjamin,
Bessant, dan Watts (1997 : 12) mendefenisikan peran sebagai Seperangkat aturan,
nilai dan aspirasi untuk hidup sebagai anggota masyarakat). Di sini, masyarakatlah
yang membentuk peran dari anggotanya. Sehingga peran sosial yang harus
dijalankan oleh individu, keluarga ataupun kelompok kecil agar mereka dapat
dikatakan sudah berfungsi secara sosial, adalah peran-peran yang sudah ‘disepakati’
ataupun menjadi aturan umum dalam masyarakat di mana mereka berada. Maka dalam
konteks seperti inilah peran sosial tersebut didefinisikan.
Intervensi sosial di level individual ini pada dasarnya
merupakan upaya mengatasi masalah yang oleh Menzoda (1981 : 4) dikatakan sebagai
masalah disebabkan oleh adanya ketidakmampuan individu atau kadangkala patalogi
yang membuat seseoarang mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan
lingkungannya. Dalam kasus individual, menzoda melihat bahwa stress pada
individu sering kali disebabkan oleh tekanan dari lingkungannya dan bukan
disebabkan oleh factor internal individu. Kerena itu dalam melakukan terapi,
peran lingkungan sosial menjadi peranan penting dalam upaya penyembuhan
individu yang sedang mengalami masalah keberfungsian sosial tersebut.
H.
Intervensi
Sosial Pada Keluarga
Disamping intervensi sosial pada individu, metode casework juga dapat diterapkan pada
level keluarga. Intervensi pada level keluarga, menurut Zastrow (2014 : 79)
dilakukan dengan melihat keluarga sebagai suatu sistem yang anggotanya saling
berinteraksi dan mempunyai saling ketergantungan satu dengan lainnya. Kerena
itu masalah yang dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang
ada di keluarga mereka. Sebagai konsekunsinya, perubahan pada satu anggota
keluarga akan dapat memengaruhi anggota keluarga yang lain.
Zastrow (2014 : 79) mengemukakan alas an lain untuk
menempatkan keluarga sebagai focus perhatian, karena keikutsertaan
(partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses ‘penyembuhan’
(klien). Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa kebiasaannya untuk
menggunakan narkoba bukanlah suatu hal yang salah, maka anggota keluarga
yang lainnya akan dapat saling mengingatkannya bahwa ia sedang mengalami suatu
masalah. Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling
memperkuat dalam proses terapi (penyembuhan), sekurang-kurangnya memberikan
dukungan moral terhadap si pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut. Salah satu
metode ‘ penyembuhan’ yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga
adalah melalui terapi keluarga yang dikenal pula dengan nama konseling
keluarga.
Beberapa model dasar terapi keluarga tersebut antara lain :
1. Model- model Psikodinamik
Freud
sebagai bapak Psikoanalis dalam teorinya mengemukakan adanya dampak dari relasi
dalam keluarga terhadap pembentukan karakter individu.
2. Model –Model Eksperiensial
Kelompok
ini mengaplikasikan teori-teori yang berkembang dalam terapi individual ke
terapi, sehingga pemfokusan pada perkembangan diri klien, serta penentuan
pilihan sendiri menjadi fokus dalam terapi ini. Pengembangan kepekaan individu
belajar untuk mengeskpresikan emosi, belajar menjadi kedekatan dengan pasangan
(suami atau istri) menjadi bagian yang diperhatikan dalam model ini.
I.
Intervensi
Sosial Kelompok Kecil
Upaya intervensi sosial pada level kelompok kecil (small group), menjadi berkembangan
menurut Toseland dan Rivas (1984 : 8-9) dalam Benjamin, Bessant dan Watts (1997
: 5) antara lain karena :
1. Kelompok member kesempatan
pada anggotanya untuk saling berbagi pengalaman, berkembang dan mengejar tujuan
bersama, belajar serta mendapatkan dukungan dari dari sesama anggota kelompok.
2. Kelompok menawarkan kesempatan
‘merapikan’ isu-isu yang terkait dengan perbedaan aliran politik dan hubungan
sesama anggota kelompok, selain memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan
mencoba berbagai keterampilan yang baru.
3. Kadangkala kelompok dapat juga
membantu mengurangi isolasi sosial dan kesepian yang terjadi pada anggota
kelompok dengan cara meningkatkan kesempatan pada anggota kelompok tersebut
bertemu dengan anggota masyarakat yang lain yang belum pernah dihubungi selama
ini.
4. Kelompok dapat menjadi sumber
perubahan sosial yang sangat kuat dan bermakna, yang akan dapat membantu
anggotanya menentang ‘pengelompokan’ rasial dan seksual. Kelompok akan dapat
memberikan ‘panutan’ dan sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi
eksploitasi sosial maupun tekanan politik yang terjadi selama ini.
5. Kelompok dapat menjadi arena utama
untuk mengembangkan gerakan sosial dan politik.
6. Kelompok dapat membantu masyarakat
untuk menghubungkan identitas personalnya dengan gerakan sosial yang lebih
besar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode
intervensi sosial dapat diartikan sebagai suatu cara atau strategi dalam
memberikan bantuan kepada masyarakat (individu, kelompok dan komunitas) untuk
meningkatkan kesejahteraan seseorang melalui upaya memfungsikan kembali fungsi
sosialnya. Maksudnya adalah setiap masyarakat harus mampu berperan sesuai
dengan statusnya di dalam masyarakat. Yang mana status tersebut harus diakui
oleh lingkungan dan status tersebut tidak melewati batasan-batasan norma yang
ada.
Metode
intervensi sosial pada individu pada dasarnya tekait dengan upaya memperbaiki
atau meningkatkan keberfungsian sosial individu agara individu dan
keluarga tersebut dapat berperan dengan baik baik sesuai dengan tugas sosial
dan individual mereka. Keberfungsian sosial, dalam kasus ini, secara sederhana
dapat dikatakan sebagai kemampuan individu untuk menjalankan peran sosialnya
sesuai dengan harapan lingkungannya.
Benjamin,
Bessant, dan Watts (1997 : 12) mendefenisikan peran sebagai seperangkat aturan,
nilai dan aspirasi untuk hidup sebagai anggota masyarakat. Disini,
masyarakatlah yang membentuk peran dari anggotanya. Sehingga peran sosial yang
harus dijalankan oleh individu, keluarga ataupun kelompok kecil agar mereka
dapat dikatakan sudah berfungsi secara sosial, adalah peran-peran yang sudah
‘disepakati’ ataupun menjadi aturan umum dalam masyarakat di mana mereka
berada. Maka dalam konteks seperti inilah peran sosial tersebut didefenisikan.
Komentar
Posting Komentar